quo-vadis-industri-sukabumi

Quo Vadis Industri Sukabumi?

 

Visi misi Bupati Sukabumi mulai dipertanyakan. Begitulah perkembangan yang muncul dalam diskusi panel yang diselenggarakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) Daerah Sukabumi pada Hari Minggu, 27 Oktober 2019 yang lalu.

Diskusi panel yang bertajuk “Quo Vadis Industri Sukabumi ? Sudah Linearkah dengan janji Bupati ? itu diselenggarakan di sekretariat KAMMI Daerah Sukabumi yang beralamat di Cisaat Kabupaten Sukabumi dengan menghadirkan beberapa narasumber diantaranya  Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi,  Fajar Muhammad Akbar (Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Sukabumi), Leni Liawati (Anggota Komisi IV DPRD Kab. Sukabumi), H. Komarudin (Sekdis DPMPTSP Kabupaten Sukabumi).

Pada awal acara Ketua KAMMI Daerah Sukabumi, Oksa Bachtiar Chamsyah menjelaskan bahwa diskusi panel sebagai bagian dari kegiatan KAMMI Forum itu dimaksudkan untuk membahas mengenai realisasi janji Bupati Sukabumi dalam menyeimbangkan jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan, termasuk untuk mengupas tuntas tentang penyebab tutup atau hengkangnya beberapa perusahaan dari Kabupaten Sukabumi serta adanya kecendrungan Kabupaten Sukabumi melakukan shifting dari industri ke pariwisata.

Kegiatan diskusi panel mulai seru ketika moderator atau pemandu acara memberi kesempatan pertama kepada Moch Popon (Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi) dengan diawali pertanyaan kunci kenapa banyak pabrik atau perusahaan yang tutup dan kenapa proporsi pekerja perempuan sangat mendominasi di banding pekerja laki-laki pada perusahaan-perusahaan padat karya yang ada di Kabupaten Sukabumi?

Menanggapi pertanyaan moderator Moch. Popon selaku Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi pertama-tama menjelaskan fungsi dan peran serikat pekerja (dalam hal ini SP TSK SPSI) bertanggung jawab terhadap pekerja/buruh yang sudah menjadi anggota. Dimana untuk SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi hanya memiliki anggota di 7 perusahaan yaitu 3 perusahaan pada sektor sepatu atau alas kaki, 1 perusahaan tali sepatu dan 2 perusahaan garment dengan jumlah anggota sekitar 53.000 anggota.

Kaitannya dengan masih jomplangnya proporsi antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki, Moch. Popon mengakui memang benar untuk sektor padat karya itu kompoisisinya hampir 80% pekerja perempuan dan 20% pekerja laki-laki, dan itu tidak lepas dari tuntutan atau kebutuhan dari dunia industri itu sendiri dan juga belum sinerginya atau belum link and match-nya antara dunia pendidikan dan dunia industri.

Saat ini industri padat karya memang lebih mempunyai kecenderungan untuk merekrut tenaga kerja perempuan dibanding tenaga kerja laki-laki yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena industri padat karya itu pola kerjanya berantai sehingga memerlukan kerja tim yang punya disiplin dan kepatuhan serta memiliki ketelitian yang tinggi. Dan itu menjadi salah satu alasan kenapa banyak pengusaha yang lebih mengutamakan pekerja perempuan dibanding pekerja laki-laki. Walaupun faktanya banyak juga pekerja laki-laki pada sektor padat karya yang patuh, disiplin dan punya ketelitian dalam menjalankan pekerjaannya.

Ketidak-seimbangan antara jumlah pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki itu sebenarnya bisa dicarikan jalan keluar salah satunya dengan peningkatan skill dan soft skill dari para calon atau pencari kerja sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri yang ada.  Dan itu perlu ada sinergi antara pemerintah daerah dengan dunia atau pelaku industri, termasuk didalamnya peran pemerintah daerah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang siap kerja melalui pendidikan vokasi yang mendukung kebutuhan dunia industri. Sehingga, jangan sampai pada satu sisi pemerintah daerah menggenjot perkembangan industri tapi pada bagian lain tidak menyediakan pendidikan vokasi yang menghasilkan calon atau pencari kerja yang punya skill atau keterampilan.  Kalau ini terjadi, maka sumber daya manusia lokal hanya akan menjadi pekerja kasar, sementara untuk pekerjaan yang memerlukan skill dipenuhi oleh para pekerja migran dari daerah lain yang relative mempunyai keahlian dibidangnya.

Terkait dengan adanya beberapa perusahaan yang tutup atau hengkang, menurut Moch Popon itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tata kelola perusahaan yang buruk, faktor lingkungan, semakin berkurangnya order dan ada sebagian kecil karena faktor upah dengan pertimbangan mencari keuntungan komparatif di daerah lain yang nilai upahnya relative masih rendah.

Hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri di Kabupaten Sukabumi menurut Popon yang tidak kalah pentingnya adalah menyediakan Kawasan Industri, sebagaimana payung hukum peruntukan untuk kawasan industrinya sudah diatur dalam PERDA Kab. Sukabumi No. 22 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi.

Karena dengan gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat menuju wilayah Kabupaten Sukabumi, apabila pemerintah daerah tidak segera memfasilitasi pembangunan kawasan industri, maka tersedianya infrastruktur yang dibangun tersebut tidak akan mendatangkan manfaat signifikan bagi pertumbuhan industri di Kabupaten Sukabumi.

Pada bagian lain, Fajar Muhamad Akbar selaku Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kabupaten Sukabumi menjelaskan bahwa berdasarkan data BPS Kabupaten Sukabumi, kalau dilihat dari populasi angkatan kerja yang bekerja dari total 1.027.606 jiwa  jumlah angkatan yang bekerja, malah jumlah pekerja laki-lakinya jauh lebih besar yakni sebesar 729.363 jiwa dibanding jumlah pekerja perempuan yakni sebesar 298.243 jiwa.

Walaupun ketika ditelisik lebih jauh, data BPS tersebut mencakup jumlah pekerja secara keseluruhan termasuk pekerja pada sektor pertanian, perkebunan, industri rumahan serta bidang lain bukan hanya pekerja pada sektor formal atau pada industri manufaktur. Angka BPS tersebut sangat logis, karena kalau dilihat dari komposisi pekerja secara keseluruhan memang benar, apalagi mayoritas mata pencaharian masyarakat Kabupaten Sukabumi adalah sebagai petani yang didominasi oleh pekerja laki-laki.

Begitu juga terkait dengan pencapaian program pemerintah daerah kalau dilihat dari data BPS memang cenderung mengalami perbaikan. Dimana pertumbuhan ekonomi relative ada peningkatan begitu juga dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dan tingkat kemiskinan dan pengangguran relative mengalami penurunan.

Fajar Muhamad Akbar juga menjelaskan tentang peluang dan perkembangan industri termasuk didalamnya pengembangan industri pariwisata dikaitkan gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah pusat termasuk rencana pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Kawasan Cikidang.

Terkait dengan perijinan, H. Komarudin selaku Sekdis DPMPTSP Kabupaten Sukabumi memaparkan bahwa dengan sistem perijinan yang ada sekarang atau dengan menggunakan sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS),  pemerintah berkomitmen untuk memberikan kemudahan dalam pemberian ijin baik untuk industri kecil dan menengah maupun untuk industri skala besar, walaupun masalahnya tidak semua perijinan bisa diselesaikan pada tingkat pemerintah derah kabupaten, karena ada beberapa perijinan juga yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

Untuk mengatasi menurunnya pertumbuhan industri manufaktur,  salah satu narasumber dari Dinas Perindustrian menawarkan solusi dengan cara mendorong pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM), karena sektor industri ini justeru yang bisa bertahan (survive) menghadapi krisis. Dimana pemerintah nantinya juga bisa melakukan pendampingan pada para pelaku industri kecil dan menengah ini baik itu dalam pengolahan, pengemasan, pemasaran dan permodalannya.

Kembali pada soal ketidak-seimbangan komposisi pekerja perempuan yang mendominasi industri padat karya dibanding pekerja laki-laki, Leni Liawati (Anggota Komisi IV DPRD Kab. Sukabumi) menyampaikan keprihatinannya. Karena menurut Leni, dalam ajaran agama khususnya Islam yang berkewajiban untuk mencari nafkah itu adalah laki-laki. Sehingga apabila kondisi ini tidak bisa diatasi dikhawatirkan akan berdampak negative pada kehidupan sosial masyarakat, apalagi kalau dihubungkan dengan visi Kabupaten Sukabumi yaitu terwujudnya Kabupaten Sukabumi yang RELIGIUS dan Mandiri.

Leni Liawati juga mengajak semua pihak untuk ikut memikirkan jalan keluar dalam mengatasi jomplangnya proporsi pekerja perempuan dengan pekerja laki-lakii, termasuk meminta pendapat atau masukan dari berbagai pihak kemungkinan dibuatnya Raperda Ketenagakerjaan untuk mengatasi ketimpangan tersebut. 

Bahkan data yang dimiliki oleh Leni Liawati selaku anggota Komisi IV  DPRD Kabupaten Sukabumi tersebut pada sektor padat karya jumlah pekerja perempuan jauh lebih besar yaitu sebsar 85% sementara pekerja laki-laki hanya sebesar 15%.

Untuk melakukan upaya atau mencari jalan keluar dari adanya beberapa perusahaan yang tutup atau hengkang,  dan juga mengurangi ketimpangan proporsi jumlah pekerja perempuan dan pekerja laki-laki pada sektor pada karya H. Dadang Budiman selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi yang hadir juga pada saat itu menyampaikan beberapa langkah yang sudah dilakukan diantaranya  menyalurkan kembali para pekerja yang terkena dampak PHK untuk disalurkan kembali ke perusahaan-perusahaan lain, termasuk juga menyediakan balai latihan kerja untuk para pencari kerja. Tapi yang aneh menurut Dadang Budiman, ketika dibuka kesempatan untuk mengikuti kursus atau pelatihan di BLK, justeru yang antusias mendaftar dan mengikuti pelatihan tersebut adalah calon pekerja perempuan, sementara untuk calon pekerja laki-lakinya sangat sedikit sekali atau kurang antusias.

Kaitan dengan adanya kecenderungan Kabupaten Sukabumi melakukan shifting dari industri ke pariwisata, salah satu narasumber yaitu Moch Popon memberikan pandangan bahwa pengembangan industri pariwisata memang sudah menjadi trend baik secara nasional maupun global. Tapi ingat membangun industri pariwisata bukan sekedar menjual destinasi atau keindahan alam, tapi juga menjual keunikan, kenyamanan, kesenian dan budaya masyarakat.

Jangan sampai pariwisata dikembangkan, infratruktur dan akomodasi pariwisatanya dibangun tapi ekosistem pariwisata lainnya tidak dibangun.

"Contoh Pelabuhan Ratu, selain sebagai tempat botram atau sekedar hiburan keluarga untuk makan bersama di pantai dan sorenya pulang, hal apalagi yang menarik dari pantai Pelabuhan Ratu? Nyaris tidak ada kan? udah pantainya sumpek karena banyak sampah dan bangunan liar, ditambah lagi macet dan bahkan beberapa waktu lalu banyak pungutan dan retrebusi yang men-cegat orang lewat dengan karcis-karcis berbayar. Kondisi ini jelas sangat kontraproduktif dengan pengembangan industri pariwisata.", pungkas Popon dengan nada senyum.

Berita Terbaru

sp-tsk-spsi-gsi-cikembar-bagikan-santunan

SP TSK SPSI GSI CIKEMBAR BAGIKAN SANTUNAN

Sebagai wujud keberpihakan serikat pekerja terhadap anggota dan terhad

slamet-widodo-mari-kita-tingkatkan-kepedulian-terhadap-sesama

Slamet Widodo : Mari Kita Tingkatkan Kepedulian Terhadap Sesama

Ketua PUK SP TSK SPSI PT. Pratama Abadi Industri – JX, Slamet Widodo

santunan-anak-yatim-dan-pembagian-takjil-oleh-sp-tsk-spsi-pt-pratama

Santunan Anak Yatim dan Pembagian Takjil oleh SP TSK SPSI PT. Pratama

Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Ser

gsi-sukalarang-juara-sepakbola-antar-perusahaan

GSI SUKALARANG JUARA SEPAKBOLA ANTAR PERUSAHAAN

PUK SP TSK SPSI PT. GSI Sukalarang tampil sebagai Juara dalam Kejuaraa

Tentang Kami

F SP TSK SPSI atau Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah organisasi yang bersifat bebas, mandiri, demokratis, professional dan bertanggungjawab serta tidak merupakan bagian dari organisasi sosial politik maupun ormas-ormas lain.
------------------------------
BERSERIKAT ITU MEMBERDAYAKAN DAN MEMBANGUN KESADARAN

Alamat

SP TSK SPSI Sukabumi

Komplek Ruko Gaya Ika Jl. Sekarwangi No 92 Kav. L Cibadak - Sukabumi - Jawa Barat - Indonesia 43351.

0266-6545956

contact@sptsk-sukabumi.org