umk-tidak-ditetapkan-bisa-mengundang-gelombang-aksi-buruh

UMK TIDAK DITETAPKAN ? BISA MENGUNDANG GELOMBANG AKSI BURUH

 
Surat dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat Nomor : 561/7575/HI & Jamsos tertanggal 6 Nopember 2019 Perihal : Penyampaian Upah Minimum yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota se-Jawa Barat memberi sinyalemen yang mengkhawatirkan bagi kalangan buruh di Jawa Barat.
Surat yang ditandatangani oleh Drs. Mochamad Ade Afriandi, MT., selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat tersebut sebenarnya menyampaikan kesimpulan dari pertemuan sebelumnya yang terdiri dari :
  1. Perlu dilakukan pertemuan antara pimpinan (Gubernur dengan Bupati dan Walikota serta Kepala Dinas Ketenagakerjaan) untuk membahas langkah yang harus dilakukan.
  2. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten dan Kota apabila UMK tahun 2020 tidak ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
  3. Perlu kebijakan atau surat edaran untuk mengantisipasi dampak dari tidak ditetapkannya UMK tahun 2020.
  4. Antisipasi dampak jika Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tidak bditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Berdasarkan surat Kadisnatrans Propinsi Jawa Barat tersebut sangat jelas bahwa Pemerintah Propinsi Jswa Barat sudah punya niat atau agenda untuk tidak menetapkan UMK melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat. 
Hal tersebut terlihat dari surat yang dikirimkan oleh Kadisnakertrans Propinsi Jawa Barat tersebut yang pada intinya hanya menyampaikan kesimpulan pada pertemuan sebelumnya mengenai kemungkinan tidak diterbitkannya Keputusan Gubernur Jawa Barat mengenai UMK dan menyiapkan langkah-langkah antisipasinya.
Terkait hal tersebut, beberapa aktivis serikat pekerja atau serikat buruh ketika diminta komentarnya menyampaikan beberapa pendapat yang beragam, diantaranya :
UMK : Akan Menjadi Isu Bersama SP/SB
Kalau sinyalemen tidak ditetapkannya UMK oleh Gubernur Jawa Barat itu benar-benar menjadi kenyataan, maka dipredikdi akan mengundang reaksi dari kalangan buruh/pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh untuk melakukan aksi secara bersama-sama baik pada tingkat lokal di kabupaten/kota masing-masing atau bahkan berkumpul menjadi satu se-Jawa Barat.
Tidak ditetapkannya UMK oleh Gubernur Jawa Barat bisa jadi akan menjadi pemicu munculnya gerakan buruh secara besar-besaran baik di tingkat lokal maupun pada tingkat regional atau bahkan nasional kalau tidak ditetapkannya UMK tersebut berlaku secara nasional.
Selama ini serikat pekerja/serikat buruh berjalan sendiri-sendiri dan melakukan aksi sendiri-sendiri, maka dengan tidak ditetapkannya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bisa menjadi darah segar bagi gerakan buruh karena mempunyai isu bersama yang bisa mempersatukan gerakan buruh baik pada tingkat kabupaten/kota, propinsi bahkan secara nasional.
Kalau kondisi tersebut terjadi maka upaya pemerintah daerah untuk melindungi sektor industri padat karya malah justeru akan berdampak sebaliknya yakni akan mempercepat kematian industri padat karya itu sendiri, karena tidak terjaganya kondusifitas akibat tindakan pemerintah yang tidak konsisten menegakkan dan menjalankan aturan yang dibuatnya sendiri.
Merusak Kepastian Hukum
Walaupun sejak awal mayoritas serikat pekerja/serikat buruh menolak pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, tapi salah satu maksud pemerintah mengeluarkan peraturan tersebut adalah memberikan kepastian hukum bagi para investor dan pelaku usaha khususnya dalam merencanakan biaya upah untuk setiap tahunnya. Karena dengan pemberlakuan PP No. 78 Tahun 2015 kenaikan upah minimum didasarkan pada formula yang baku yakni berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Tapi apabila UMK tahun depan tidak ditetapkan oleh Gubernur, maka tuntutan kenaikan upah bisa bergeser pada perusahaan masing-masing, dan hal tersebut bisa berdampak pada terganggunya produktifitas dan hubungan industrial di perusahaan masing-masing.
Sehingga efek tidak ditetapkannya UMK, tidak saja akan menimbulkan gejolak pada skala yang lebih luas tapi juga akan mengganggu produktifitas di perusahaan, dan ini jelas sangat merugikan bagi investor dan kalangan dunia usaha.
Tuntutan upah yang diserahkan pada mekanisme pasar jelas akan semakin menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha, karena ujung-ujungnya kuat-kuatan antara pekerja/buruh yang dikoordinir oleh serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
Mengurangi Kepercayaan Buyer
Perlu diingat bahwa kebijakan upah minimum sebagai jaring pengaman ini sudah berlangsung belasan tahun. Dimana setiap tahunya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) ditetapkan oleh Gubernur.
Sehingga apabila secara tiba-tiba tahun depan tidak dikeluarkan ketetapan mengenai UMK, jelas akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi para buyer atau para pembeli internasional.
Ketidak-konsistenan dari pemerintah tersebut bukan hanya akan berdampak pada ketidakpastian, tapi juga bisa menimbulkan kekhawatiran bagi para buyer ketika mau memberikan ordernya pada perusahaan-perusahaan yang selama ini sudah bekerjasama dengan mereka.
Buyer akan tahu persis, bahwa setiap perubahan kebijakan, apalagi ketidakpastian di Indonesia akan selalu menimbulkan gejolak dan itu akan mengancam pada keberlangsungan usaha yang ada.
Penangguhan Upah : Itu Lebih Elok
Pemerintah sebagai regulator dalam penentuan upah minimum, daripada mengambil langkah sporadis dengan cara tidak menetapkan UMK yang dipastikan akan mengundang reaksi keras dari kalangan serikat pekerja/serikat buruh, lebih baik mendorong pengusaha melakukan upaya penangguhan upah.
Upaya mendorong penangguhan upah bagi perusahaan-perusahaan yang tidak mampu dirasa lebih fair, ketimbang pemerintah atau Gubernur melakukan langkah konyol misalnya menetapkan upah minimum industri padat karya yang berdasarkan pengalaman jelas dibatalkan oleh pengadilan.
Pilkada Serentak: Rentan dipoltisasi
Pemberlakuan upah minimum atau UMK) tahun 2020 berdekatan dengan momentum Pilkada serentak di beberapa daerah. Sehingga kalau sampai akhir tahun penetapan UMK ini tidak dilakukan oleh Gubernur maka dikhawatirkan akan rentan dipolitisasi khususnya di kabupaten/kota yang kebetulan akan melaksanakan pilkada langsung.
Apabila kepentingan buruh berupa upah dikapitalisasi menjadi komoditas politik pilkada, maka tidak saja berdampak pada resiko-resiko ekonomi tapi juga bisa berdampak pada resiko sosial politik yang bisa saja mengakibatkan kerugian  yang jauh lebih besar.
Dialog Sosial : Mestinya dikedepankan
Menghadapi situasi ketidakpastian mestinya pemerintah bertindak adil dan transparan. Tidak hanya mendengar secara sepihak keluhan dan keberatan dari pengusaha saja, tapi juga mestinya mendengar masukan dan saran dari semua stakeholders termasuk didalamnya buruh dan serikat buruh.
Hal tersebut perlu dilakukan, biar tidak ada kesan bahwa ketika kepepet bisanya pemerintah hanya bisa mengorbankan kepentingan rakyat kecil seperti buruh, sementara kepentingan pengusaha dan pemilik modal selalu dimanjakan dan menjadi prioritas dari pemerintah.
Dialog sosial perlu dilakukan agar ada keterbukaan dan kejujuran dari masing-masing pihak untuk mencari solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Jangan-jangan upah bukanlah masalah pokok yang dihadapi oleh pengusaha, tapi banyak sederet masalah lain yang semestinya dari pekerjaan rumah yang harus dibereskan oleh pemerintah seperti masalah birokrasi, biaya siluman, perijinan, lingkungan atau mungkin pemerintah perlu turun tangan untuk mengurangi beban pengusaha semisal dengan insentif fiskal dan lainnya.
Pemerintah tidak boleh lagi maen petak umpet hanya untuk memberikan janji-janji manis pada salah satu pihak khususnya, sementara pihak buruh kepentingannya diabaikan. Pemerintah harus bersikap gentle dan memberikan paparan situasi yang sesuangguhnya. Karena kalau pemerintah melakukan langkah parsial hanya untuk menyenangkan kelompok pengusaha seperti dengan mengeluarkan kebijakan upah minimum padat karya, maka ketika kebijakan itu ternyata dikemudian hari tidak berlaku karena dibatalkan pengadilan, maka reputasi pemerintah dipertaruhkan, dan itu justeru akan semakin menggerus kepercayaan dari para pelaku bisnis dan juga akan mendapatkan antipati dari buruh yang notabene-nya adalah sebagai warga negara yang harus dilindungi.

Berita Terbaru

sp-tsk-spsi-gsi-cikembar-bagikan-santunan

SP TSK SPSI GSI CIKEMBAR BAGIKAN SANTUNAN

Sebagai wujud keberpihakan serikat pekerja terhadap anggota dan terhad

slamet-widodo-mari-kita-tingkatkan-kepedulian-terhadap-sesama

Slamet Widodo : Mari Kita Tingkatkan Kepedulian Terhadap Sesama

Ketua PUK SP TSK SPSI PT. Pratama Abadi Industri – JX, Slamet Widodo

santunan-anak-yatim-dan-pembagian-takjil-oleh-sp-tsk-spsi-pt-pratama

Santunan Anak Yatim dan Pembagian Takjil oleh SP TSK SPSI PT. Pratama

Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Ser

gsi-sukalarang-juara-sepakbola-antar-perusahaan

GSI SUKALARANG JUARA SEPAKBOLA ANTAR PERUSAHAAN

PUK SP TSK SPSI PT. GSI Sukalarang tampil sebagai Juara dalam Kejuaraa

Tentang Kami

F SP TSK SPSI atau Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia adalah organisasi yang bersifat bebas, mandiri, demokratis, professional dan bertanggungjawab serta tidak merupakan bagian dari organisasi sosial politik maupun ormas-ormas lain.
------------------------------
BERSERIKAT ITU MEMBERDAYAKAN DAN MEMBANGUN KESADARAN

Alamat

SP TSK SPSI Sukabumi

Komplek Ruko Gaya Ika Jl. Sekarwangi No 92 Kav. L Cibadak - Sukabumi - Jawa Barat - Indonesia 43351.

0266-6545956

contact@sptsk-sukabumi.org